LINGKARAN SAKRAL NAN KOLOSAL

Sakral dan kolosal, puluhan orang duduk melingkari api dan beramai-ramai bernyanyi menciptakan alunan musik mulut yang magis, serasi dan penuh harmoni. Tangan-tangan melambai secara massal menciptakan sebuah pertunjukan kolosal.

“CAK!” begitu komando dibunyikan, akapela ala Indonesia itu pun dimulai. Para penari kemudian bersahut-sahutan seolah melantunkan sebuah mantera yang menyihir siapapun yang mendengarnya. Inilah dia Tari Kecak.

Tari Kecak

Semakin dalam, semakin saya bertanya-tanya. Misteri apa yang tersembunyi di dalam Gerakan ini ?. Benarkah para penari melakukannya tanpa sadar ?

Bertahun-tahun lalu, Kecak adalah sebuah tembang atau lagu pengiring sebuah ritual sakral pengusir bala yang bernama Tari Sanghyang. Melalui upacara suci di pura-pura, tak jarang para penari ini bergerak tanpa kehendak dan berbicara dalam berbagai suara.

Tari Sanghyang

Konon, roh-roh leluhur adalah penyebabnya.Mereka menjadi penghubung dunia manusia dengan dunia lain yang ada di luar sana. Seiring roda waktu yang terus melaju, Kecak tampil dengan wajah baru. Seorang seniman bernama Wayan Limbak lah yang berjasa. Bersama dengan seorang pelukis asal Jerman, Walter Spies, Wayan memperkenalkan Tari Kecak sebagai hiburan di hadapan para wisatawan dan menyebarkannya ke mata dunia.

Wayan Limbak & Walter Spies

Namun di suatu masa setelahnya, tari Kecak sempat terancam keberadaannya. Apa penyebabnya ? Kerusuhan dan bencana alam adalah penyebabnya. Beberapa dekade setelah tari Kecak diciptakan dan mulai dikenal, pada tahun 1965 Indonesia mengalami pemberontakan besar-besaran. Bali pun menjadi salah satu tempat dimana banyak korban berjatuhan.

Padahal duka atas bencana meletusnya Gunung Agung yang terjadi 2 tahun sebelumnya masih belum sembuh sepenuhnya. Pariwisata pun perlahan lumpuh dan turis takut untuk berkunjung. Lantas bagaimana nasib Bali dan tari Kecak ?

Letusan Gunung Agung 1963

Tak patah semangat, para seniman dan pelajar pun bangkit dan berjuang membangkitkan Kecak. Ketika situasi politik perlahan stabil, Kecak ternyata menjadi pertunjukan yang dinanti-nanti oleh wisatawan. Saat ini, kita bisa menyaksikan pertunjukan ini di berbagai obyek wisata, bukan puluhan atau ratusan, bahkan Kecak pernah mendapatkan rekor MURI ketika 5.555 penari Bersama-sama melakukan tarian ini.

5.555 Penari Kecak yang memecahkan rekor MURI

Meski identik dipentaskan oleh laki-laki, tidak sulit menemukan perempuan dalam pentas kolosal ini. Tari Kecak juga sering dikolaborasikan dengan tarian atau kearifan lokal lainnya, membuatnya menjadi sebuah karya seni yang tinggi nilainya.

Di dunia internasional, kita tahu ada seni musik mulut atau Beatbox yang terkenal itu, nyatanya di Indonesia juga ada, dialah Tari Kecak. Jika Beatbox makin unik karena menggantikan peran alat musik, maka Indonesia pun tak kalah semarak, melalui mahakarya bernama Kecak.

Melalui tari Kecak, sebenarnya kita bisa belajar makna persatuan. Bayangkan jika kita bangsa Indonesia yang penuh keberagaman ini adalah penari-penari Kecak yang berada dalam satu lingkaran.

Jika kita bersatu padu dalam perbedaan, saling mengerti, mencintai dan bergerak dalam harmoni, barangkali dunia ini akan terbebas dari malapetaka yang nyatanya justru sering tercipta dalam diri kita, MANUSIA.

Bersatulah dalam PERBEDAAN dan KEBERAGAMAN.

Tak ada kata, tak ada bara.

Gemericik air suci mengalir di dalam hati.

Semoga keheningan memberikan kedamaian bagi kita semua.

Rahajeng Rahina Nyepi

Dan seperti biasa,

Terima kasih sudah membaca.

Leave a comment